Hukum Bacaan Surah Al-Fatihah Bagi Makmum
Oleh Ustadz Abu Ayyub
Segala pujian hanya milik Allah Zat Yang Maha Tinggi yang telah menjanjikan anugerah yang begitu banyak bagi siapa saja yang Dia berikan hikmah/ilmu dan juga mengabarkan keberuntungan bagi orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya. Shalat sebagai amalan yang paling mulia hendaknya benar-benar menjadi perhatian bagi kita semua sehingga bukan termasuk orang-orang yang shalat tetapi lalai dalam shalat tersebut.
Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya (QS. Al Ma’un: 4-5)
Yaitu lalai di waktu penunainya dengan sering menunda hingga di akhir waktunya, atau lalai dari rukun dan syarat sebagaimana yang diperintahkan atau lalai dengan tidak khusyu’ dalam shalat tersebut serta tidak mentaddaburi makna-makan bacaannya (Tafsir ibn Katsir).
Ketidak khusyu'an orang yang menunaikan shalat tentu bisa karena banyak fakor, diantara faktor-faktor itu bisa karena tidak memahami hukum-hukum dalam bacaan ataupun gerakan dalam shalat. Salah satu yang akan kita bahas adalah hukum bacaan suarat Al Fatihah bagi makmum, yang kita harapkan bisa menambah kualitas dari shalat kita nantinya. Berkenaan dengan pembahsan ini para ulama telah membahas secara panjang dalam buku-buku mereka dan memperkuat apa yang menjadi pendapat mereka serta kami disini juga hanya menukil pendapat-pendapat mereka. Pembahasan ini adalah pembahasan yang terjadi perbedaan didalamnya sampai benar pula jika kita katakan “ Membaca Al Fatihah bagi makmum ada salafnya dan tidak membacapun ada salafnya.” Kalau dirinci dari perbedaan itu maka ada tiga pendapat, yaitu:
Pendapat pertama: Wajib bagi makmum membaca surat Al Fatihah secara mutlak baik shalat sirriyah ataupun jahriyah. Ini adalah pendapat yang bersumber dari umar bin Khotab, Ubadah Bin Shamith, Abdullah bin amr bin al ‘Ash, imam Syafi’I dalam Al Qoul Al Jadid, Imam Al Bukhari dan Syaukani. Diantara dalil yang menjadi penopang pendapat mereka dalah hadits yang diriwayatkan oleh Ubadah bin Shamith sendiri:
عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا صَلَاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ
Dari ‘Ubadah bi shamit bahwasanya Rasulullah bersabda: “Tidak ada shalat bagi yang tidak membaca Fatihatul Kitab.”(HR. Al Bukhari 1/195 dan Muslim 2/9)
Juga hadits yang terdapat dalam Shahih Muslim juga yang lainnya dari shahabat Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu. عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَيُّمَا صَلَاةٍ لَا يُقْرَأُ فِيهَا بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ فَهِيَ خِدَاجٌ ثُمَّ هِيَ خِدَاجٌ ثُمَّ هِيَ خِدَاجٌ.
Dari shahabatAbu Hurairah Rasulullah bersabda: “Setiap Shalat yang tidak dibacakan didalamnya Fatihatul Kitab-Al-Fatihah-maka tidak sempurna, tidak sempurna, tidak sempurna.” (HR.Muslim no 810,Tirmidzi no 2953 dan lainnya, ini lafazh hadits dari imam Ahmad).
Hadits ini secara eksplisit bersifat umum yang ditunjukan dengan lafadz “أَيُّمَا صَلَاةٍ” “Shalatin” yang disebutkan secara nakirah/indifenitif dapat ditafsirkan dengan tidak adanya pembedaan antara shalat imam dan makmum ataupun shalat jahriyah ataupun sirriyah.
Pendapat Kedua: Tidak wajib bagi makmum membaca surat Al Fatihah secara mutlak baik shalat sirriyah ataupun jahriyah. Diantara ulama yang berpendapat tidak wajibnya membaca surat Al Fatihah bagi makmum adalah Ali bin Abi Thalib, Zaid bin Haritsah, Jabir bin Abdullah, Sa’ad bin Abi Waqosh). Dalilnya adalah Firman Allah Ta’ala: وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآَنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
“Dan apabila dibacakan Al Quran, Maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat.” [QS. Al A’raf: 204].
Ayat ini secara tegas memerintahkan pada makmum agar diam guna mendengarkan bacaan imam, Sebagaimana imam Ahmad berkata: “Telah bersepakat bahwa ayat ini turun berkenaan dengan shalat dan khotbah.” Sehingga gugurlah kewajiban membaca Al Fatihah bagi makmum karena khusyu’ mendengarkan bacaan imam, Juga mereka menguatkan pendapatnya dengan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Musa Al ‘Asy’ari Radhiyallahu’anhu: فَإِذَا كَبَّرَ الإِمَامُ فَكَبِّرُوا ، وَإِذَا قَرَأَ فَأَنْصِتُوا
“Maka jika imam bertakbir maka bertakbirlah dan jika imam membaca maka diamlah.” (HR. Muslim no 932 dan Ahmad 2/420).
Hadits ini juga menunjukan gugurnya kewajiban makmum untuk membaca surat Al Fatihah karena seandainya makmum sibuk membaca sendiri maka tidak jadi memperhatikan bacaan imamnya padahal hadits memerintahkan untuk mendengarkan bacaan imam. Hadits yang semakna dengan pendapat ini adalah hadits yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah Radhiallahu’anha dan juga Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu. الْإِمَامُ ضَامِنٌ وَالْمُؤَذِّنُ مُؤْتَمَنٌ
"Imam sebagai penjamin dan Muadzin adalah yang dapat dipercaya" (HR Ahmad 2/284 dan Abu Daud 1/143). عَنْ جَابِرٍ بن عبد الله قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :مَنْ كَانَ لَهُ إِمَامٌ فَقِرَاءَةُ الْإِمَامِ لَهُ قِرَاءَةٌ
Dari Jabir bin Abdullah bahwasnya Rasulullah bersabda: “Barangsiapa shalat bersama imam maka bacaan imam menjadi bacaannya.” (HR. Ibnu Majah no 850 dihasankan oleh Al Bani di Al Irwa no 6487).
Pendapat ketiga: Dibedakan antara shalat jahriyah dan shalat sirriyah, pada shalat jahriyah makmum tidak diwajibkan membaca surat Al Fatihah dan pada shalat sirriyah makmum diwajibkan mebacanya. Diantara ulama yang bependapat dengan pendapat ini adalah Abu Darda, Imam Malik bin Anas dan beberapa ulama dari madzhab Hambali.
Diantara dalilnya adalah sabda Rasulullah Shalallahu’alaihi wa sallam: قال سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ ، يَقُولُ : صَلَّى بِنَا النَّبِيُّ صَلَّى الله عَلَيه وسَلَّم صَلاَةً أَظُنُّ أَنَّهَا الصُّبْحُ ، فَقَالَ : هَلْ قَرَأَ خَلْفِي مِنْكُمْ أَحَدٌ ؟ فَقَالَ رَجُلٌ : أَنَا ، فَقَالَ : إِنِّي أَقُولُ مَالِي أُنَازِعُ الْقُرْآنَ ؟ قَالَ مَعْمَرٌ : فَانْتَهَى النَّاسُ عَنِ الْقِرَاءَةِ فِيمَا جَهَرَ رَسُولُ الله صَلَّى الله عَلَيه وسَلَّم.
Sa’id bin Musayyab bercerita “ Aku pernah mendengar Abu Hurairah bercerita kepada kami, kami pernah shalat bersama Rasulullah Shalalahu’alaihi wa sallam. Aku- Sa’id bin Musayyab- menduga itu shalat subuh. Rasulullah bersabda: “ Apakah salah seorang diantara kalian membaca di belakangku?.“ Seorang sahabat menjawab: Saya. Kemudian beliau bersabda lagi: “ Sesungguhnya aku katakan lagi adakah yang bersamaku membaca (al Fatihah)?. Ma’mar berkata: Kemudian orang-orang tidak lagi membaca Al Fatihah pada saat Rasulullah menjaharkan bacaannya”. (HR. Abu Daud no 826 dan Tirmidzi no 312).
Ini adalah salah satu dalil yang menunjukan tidak diperbolehkan membaca surat Al Fatihah pada shalat jahriyah dan bukan pada shalat sirriyah. Pada shalat sirriyah maka dikembalikan pada hukum asalnya bahwasanya bacaan surat Al Fatihah adalah wajib dibaca pada setiap shalat oleh imam maupun makmum. Jadi dibedakan hukum membaca surat Al Fatihah pada shalat jahriyah dan shalat sirriyah.
Setelah kita cermati penadapt-pendapat yang ada dan dalil-dalil yang digunakan sebagai penopang pendapat masing-masing, yang paling kuat-Allahu a’lam-adalah pendapat tentang wajibnya membaca surat al fatihah bagi imam dan makmum dalam setiap shalat baik jahriyah ataupun sirriyah. Sebagaimana perintah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam untuk membacanya tanpa pengecualian.
Dalil firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنصِتُوا
adalah dalil yang sangat umum dan dalil perintah untuk membaca surat Al Fatihah adalah dalil khusus sehingga dibawa kedalil yangn khusus. Sebagaimana kaidah mengatakan: Jika terjadi kontradiksi dalil umum dan dalil khusus dan keduanya shohih maka diutamakan dalil yang khusus.
Seandainya kontradiksi dalil bisa diamalkan secara bersama-sama maka itu lebih diutamakan الجمع بين النصوص أولى من العمل ببعضها وترك البعض
( Menggubungkan nash-nash lebih diutamakan daripada mengamalkan sebagian nash dan meninggalkan yang lainnya), caranya yaitu makmum membaca surta Al Fatihah ketika imam sedang diam setelah selesai membaca “amin”.
Berkenaan dengan مَنْ كَانَ لَهُ إِمَامٌ فَقِرَاءَةُ الْإِمَامِ لَهُ قِرَاءَةٌ
( Barangsiapa shalat bersama imam maka bacaan imam menjadi bacaannya) ternyata termasuk dari hadits-hadits yang banyak dibicarakan oleh ahli hadits tentang keshahihannya, Diantara perowinya ada Jabir al ja’fa Abu Hanifah berkata “ Aku tidak pernah berjumpa dengan orang yang lebih pendusta daripada dia”. Ad Daruqutni berkata: “Ini hadist munkar”. Syaikh Al Bani berkata: “hasan”. Jadi pada hakekatnya tidak ada kontradiksi dalil yang memerintahkan membaca surat Al Fatihah dengan dalil yang mencukupkan bacaan imam menjadi bacaan makmum, karena kontradiksi dalil akan terjadi jika derajat keshahihan dalil tersebut sama, hadist hasan derajatnya adalah dibawah hadits shahih. Maka kita meguatkan hadits yang shahih pada saat terjadi perbedaan hukum daripada hadits yang hasan.
Seandainya hadits فَقِرَاءَةُ الْإِمَامِ لَهُ قِرَاءَةٌ
(maka bacaan imam menjadi bacaannya) shahihpun ia termasuk hadits mukhoshshish yaitu فَلَا تَفْعَلُوا إِلَّا بِأُمِّ الْقُرْآنِ
(maka janganlah kalian lakukan kecuali membaca Umul Kitab) (HR.At Tirmidzi 2/116 ) yang secara implisit Rasulullah Shalallahu’alaihi wasallam menghendaki makmum membaca Al Fitihah setelah beliau selesai membacanya- Allah a’lam.
Bagaimana Makmum ketika imam membaca surat Al Fatihah?
Maka bisa dirinci sebagai berikut:
- Pada saat imam membaca Al Fatihah maka makmum menyimak dengan baik karena sebagai sebab turunnya rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala.
- Yang paling utama makmum membacanya pada saat imam diam sejenak setelah membaca “amin” sebagaimana dijelaskan diatas.
- Jika diamnya imam tidak mencukupkan untuk membaca surat al fatihah maka makmum tetap menyelesaikan bacaannya ketika Imam membaca surat/ayat setelah al Fatihah, karena larangan membaca bagi makmum bersama imam adalah pada saat imam membaca surat Al Fatihah.
- Seandainya makmum belum selesai membaca suarat al Fatihah tapi imam sudah berpindah gerakan/ruku maka makmum segera mengikuti gerakan imam karena imam dijadikan untuk diikuti.
- Makmum membaca surat Al Fatihah dengan cara dilisankan bukan membaca didalam hati, karena sabda Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam لَا صَلَاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ lafadh “qiro’ah” adalah bacaan yang dilafadhkan, tentu bacaannya tidak mengganggu jama’ah yang lainnya sebagaimana salah satu sebab Rasulullah Shalallahu’alaihi wasallam melarang makmum membaca kecuali surat al fatihah adalah karena mengganggu beliau.
- Seandainya makmum lupa membaca surat al Fatihah bersama imam maka tidak membatalkan shalatnya karena Rasulullah Shalallahu’alaihi tidak menyuruh shahabat melakukan itu mengulang shalatnya.
- Bagi makmum yang sudah mengetahui cara dan kapan membaca surat al Fatihah maka segera mengikutinya sebagimana dilakukan Shahabat dari perkataan Ma’mar: “Kemudian orang-orang tidak lagi membaca Al Fatihah pada saat Rasulullah menjaharkan bacaannya”.
Dipetik dari SINI....
0 comments:
Post a Comment