Nov 2, 2011
Kita patut bertanya kepada diri kita sendiri , adakah kita ini di antara
orang yang bahagia? Mungkin ada di antara kita pada ketika ini memiliki harta yang melimpah ruah, tetapi
tidak merasa bahagia. Ada pula yang memiliki kemasyhuran dan kedudukan yang tinggi, namun tidak
pernah merasa bahagia. Ada juga di antara kita yang amat terhormat di mata masyarakat dan menjadi tokoh
terkemuka, tetapi itu pun tidak membuatnya bahagia. Ada juga yang cuba
melancung ke luar negeri mengunjungi tempat-tempat yang indah tetapi nyata
kebahagiaan itu tidak juga menggamitnya
Kalau begitu , ternyata ukuran bahagia itu tidak terletak pada banyaknya
harta, bukannya pada jawatan dan kedudukan, bukan juga pada ketokohan seseorang
dan juga bukan dengan peluang melancung ke merata tempat. Lalu, di manakah kebahagiaan itu, dan bagaimana
pula kita dapat mengecapinya ?
Sebenarnya, kebahagiaan adalah bila seseorang mampu melakukan sesuatu
yang bermakna dan murni. Ia merupakan kekuatan batin yang memancarkan
ketenangan dan kedamaian, merupakan kurniaan
Allah s.w.t yang membuat jiwa
lapang dan bergembira.
Bahagia adalah kejernihan hati, kebersihan amal perbuatan dan keelokan
rohani. Hal itu merupakan kurniaan Allah s.w.t. yang diberikan kepada siapa
saja yang melakukan perbuatan terpuji.
Bahagia adalah rasa redha yang mendalam dan sikap qana'ah. Ia bukan
barang dagangan yang mampu dibeli di pasar walau sekaya mana pun kita, tetapi
merupakan kurniaan Allah s.w.t yang dianugerahkan kepada jiwa-jiwa yang terpilih.
Kebahagiaan itu adalah kelapangan jiwa; bahagia itu tatkala anda
mampu membuat orang lain senang hati,
menguntumkan senyum di wajah, dan anda
merasa gembira bila dapat berbuat baik kepada sesama manusia
dan merasa nikmat ketika anda mampu
bersikap baik kepada mereka.
Kebahagiaan adalah membuang jauh segala fikiran dan pandangan negatif dan mengisinya dengan fikiran dan
pandangan yang positif. Ia merupakan sebuah kekuatan yang mampu menghadapi
berbagai tekanan dan mampu memecah
kebuntuan tanpa diperkuda emosi.
Kebahagian itu ada pada ilmu yang bermanfaat dan amal yang soleh, ada
dalam meninggalkan kebencian, kedengkian dan sikap tamak terhadap apa yang
dimiliki orang lain.
Bahagia itu terdapat dalam zikir dan ingat kepada Allah s.w.t., syukur kepada-Nya dan
memperelokkan ibadah kepada-Nya. Dan kebahagiaan hakiki adalah mendapat syurga
dan terselamat dari api neraka.
Catatan-catatan ringkas tentang
kebahagiaan
Orang yang berbahagia adalah orang yang mengambil pelajaran dari orang
lain dan orang yang celaka adalah orang yang dijadikan pelajaran oleh orang
lain.
Bahagia adalah jika anda senang untuk berbuat kebaikan, bukan dengan
berbuat apa saja yang anda senang.
Orang bahagia adalah orang yang mengambil pelajaran dari masa lalu dan
berhati-hati terhadap dirinya. Orang celaka adalah orang yang mengumpulkan
harta untuk orang lain dan bakhil untuk memberikan kebaikan walaupun kepada
dirinya sendiri.
Orang bahagia ialah yang mendapat pengajaran dari pengalaman lalu, bersemangat pada hari
ini dan optimis tentang masa depan.
Kebahagiaan itu diperolehi dengan
menjaga lisan.
Seseorang tidak akan mencapai
kebahagiaan kecuali jika dia hidup merdeka, terbebas dari kongkongan
syahwatnya serta mampu menahan hawa nafsunya.
Kesungguhan anda dalam mencintai ketaatan, hati yang selalu anda
hadapkan ke hadirat Allah s.w.t , dan hadirnya hati ketika sedang
beribadah adalah tanda kebahagiaan.
Kebahagiaan itu tidak boleh dibeli dengan harta walaupun ia sering dijual.
Petunjuk Kebahagiaan
Kebahagiaan memiliki tanda-tanda, sebagaimana disebutkan oleh Imam Ibnul
Qayyim rahimahullah. Beliau menyebutkan tiga perkara iaitu:
1. Jika mendapat nikmat, dia bersyukur.
2. Jika mendapat ujian, dia bersabar.
3. Jika berbuat dosa, dia beristighfar.
Untuk Mendapat
Bahagia
Untuk mencapai kebahagiaan dan kejayaan adalah sebagai
berikut, perhatikan perkara berikut:
1. Beriman Kepada Allah s.w.t.
Tidak ada kebahagiaan tanpa iman kepada Allah s.w.t. Kebahagiaan itu
akan bertambah seiring dengan bertambahnya iman seseorang kepada Allah s.w.t., dan akan berkurang bersama dengan lemahnya iman
kepada-Nya. Apabila iman semakin teguh
maka makin memuncak pula kebahagiaannya. Sebaliknya jika iman menjadi lemah,
maka jiwanya menjadi goncang dan
fikirannya menjadi semakin negatif. Dia
akan berasa kehidupan ini amat pahit dan dia akhirnya
ditimpa kebinasaan dalam hidupnya.
2. Beriman kepada Kekuasaan Allah s.w.t.
Orang yang beriman bahwa Allah s.w.t. adalah yang Maha Kuasa, tanpa had, maka dia tidak akan
dirundung duka. Dia tidak akan
disapa kesedihan kerana dia mempunyai tempat bersandar yang
kuat ketika ditimpa ujian dan kesulitan.
3. Beriman dengan Ketetapan Allah
s.w.t
Iman dengan qadha' dan qadar akan menumbuhkan sikap redha dalam hati,
kelapangan jiwa dan ketenangan. Oleh kerana itu Nabi s.a.w bersabda,
"Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin, sesungguhnya seluruh
urusannya adalah baik. Jika diberi nikmat maka dia bersyukur dan itu adalah
baik baginya. Dan jika ditimpa kesempitan, maka dia bersabar dan itu pun baik
baginya.” (HR Muslim)
4. Mencontohi Orang yang Berjaya
Yang dimaksudkan di sini adalah orang yang telah menaburkan jasa yang
besar dan luar biasa kepada umat manusia
dan dia adalah orang yang beriman kepada Allah s.w.t . Yang pertama dan utama
adalah ikutan kita Rasulullah Muhammad s.a.w
Dengan mengikuti jalannya, maka seseorang akan bahagia dan dengan
meninggalkan petunjuk dan sunnahnya, maka seseorang akan celaka.
5. Mengenali Hakikat Kehidupan
Hidup pasti akan berhadapan dengan
masalah dan kesusahan dan pasti ada rintangan dan ujian. Semua ini
merupakan ketetapan dari Allah s.w.t.
terhadap manusia, supaya diketahui siapakah yang lebih baik amalnya. Maka wajib
bagi kita untuk mengenal hakikat hidup ini dan menerima sebagaimana sepatutnya
dan tidak melarikan diri untuk
menghadapi ketentuan Allah dengan ketentuan lainnya, menghadapi yang tidak kita
senangi dengan sesuatu yang dapat menghilangkannya. Mengetahui permasalahan ini
bukan bererti menyerah kalah dan putus asa, malah bersikap sebaliknya.
6. Mengubah Kebiasaan Negatif Kepada Positif
Doktor Ahmad Al-Bara' Al-Amiri mengatakan bahawa memulai kebiasaan baru
yang bersifat aqliyah (mampu digarap dan dipikirkan) itu tidaklah sukar , diperlukan hanya sekitar 21 hari. Dalam hari-hari tersebut
kita berfikir, bermuzakarah, lalu berusaha untuk mewujudkan kebiasaan baru itu, dan yang paling akhir
kita bayangkan dengan jelas dan sempurna bahwa diri kita telah menjadi seperti
apa yang kita inginkan.
Jika kita berfikir bahwa kita telah menjadi orang baru sebagaimana yang
kita kehendaki, maka gambaran ini secara perlahan-lahan dan berperingkat akan
menjadi suatu realiti. Hal ini seperti diungkapkan bahwa "al hilm
bittahallum wal ilm bitta'allum" sikap lembut dicapai dengan selalu
berusaha lembut dan ilmu itu diraih dengan belajar. (Durus nafsiyah linnajah
wattafawwuq)
7. Tujuan Yang Mulia
Ramai orang yang gagal kerana dia
tidak mempunyai objektif dan tujuan tertentu untuk dicapai. Ataupun mungkin dia mempunyai satu tujuan tetapi tujuannya bukan sesuatu yang
mulia dan tinggi menyebabkan ia tidak
merasa bahagia tatkala berusaha mendapatkannya. Sedangkan tujuan yang
mulia akan menjadikan seseorang merasa
bahagia ketika sedang berusaha untuk mencapainya.
8. Ringankan Derita
Orang hidup pasti mengalami musibah dan derita, namun tidak sepatutnya
musibah itu dianggap sebagai titik noktah kepada segalanya, dan jangan
beranggapan bahwa hanya dirinya seorang yang mendapat ujian hidup. Bahkan sepatutntya dia merasa
ringan dengan musibah dan tidak terlalu membesar-besarkannya.
9. Jangan Membuatkan Kita Resah
Disebabkan Perkara-Perkara Kecil.
Ada sebahagian manusia merasa resah dan kalut dengan kejadian-kejadian
biasa dan lumrah dalam kehidupan seharian. Di antara mereka ada yang begitu
sedih dengan pecahnya piring atau gelas, saluran air atau kabel yang terputus,
baju yang koyak dan lain-lain yang sebenarnya perkara biasa sahaja.
10. Kebahagiaan Ada Pada Diri Anda
Jika bahagia itu ada pada diri kita, maka mengapa mesti mencarinya di
tempat yang jauh. Setiap manusia mempunyai kekuatan dan potensi untuk bahagia,
tetapi kebanyakan mereka tidak mahu melihatnya. Sebabnya adalah kerana dia
tidak pernah memperhatikan diri sendiri, tetapi sibuk melihat orang lain.
Kebahagiaan itu kadang-kadang ada
di depan mata, tetapi kita tidak mengetahuinya, sehingga terpaksa mencarinya dari tempat yang jauh dan semakin
jauh. (Khalif Muttaqin)
Diadaptasi dari terjemahan dari buku: ‘Daliluka Ila As-Sa’adah
An-Nafsiyah’, Dept. Ilmiyah Darul Wathan .
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Blog Archive
-
▼
2011
(168)
-
▼
Nov
(22)
- PERISTIWA PENTING ( MUHARRAM)
- Muhasabah Maal Hijrah
- Jika Rasulullah itu masih ada
- Doa doa Ma'thur daripada Al Quran Dan Al Hadis
- Murtad: Bukan Injil Solar, Tapi Nilai dan Penghargaan
- Jiwa Yang Tenteram Jiwa yang sihat dan...
- Umat Islam diumpan Injil bertenaga solar
- Diskusi Ilmiah ‘Sifat Solat Nabi’ Oleh Ust Adlan
- Kiamat
- Nama dan Tugas Malaikat
- SOAL JAWAB AGAMA (VERSI AUDIO )
- Turun Sujud, Tangan Atau Lutut Dahulu?
- Belajar Solat Jemaah (2)
- Belajar Solat Jemaah (1)
- Letakkanlah Diri Anda Pada Tempat Yang Sepatutnya
- Madrasah Akidah - Kisah Masa Akan Datang Dalam Al-...
- ISTERI PERTAMA PM YANG KE-6
- Imam Bukhari: Perempuan Berhaidh Boleh Berada Dala...
- Mufti Perlis hairan PM sudah selesai haji
- Hajilive Channel
- Salam Aidil Adha
- Merindui Kebahagiaan Hakiki
-
▼
Nov
(22)
0 comments:
Post a Comment